Senin, 16 Juni 2014

1. Panduan Singkat K3 bekerja dengan Bahan Kimia

A. Perhatikan Rambu-rambu Keselamatan
Pemikiran yang salah apabila kita menganggap remeh rambu-rambu keselamatan adalah bukan hal penting. Mengabaikan rambu-rambu keselamatan bisa membahayakan diri sendiri ataupun rekan kerja.
Contoh : terdapat larangan merokon di area yang terdapat bahan kimia mudah terbakar, namun ada pekerja yang mengabaikan larangan tersebut bisa berakibat kebakaran pada area tersebut
B. Baca Label bahan kimia tersebut
Label sama pentingnya dengan rambu-rambu keselamatan, maka sebelum menangani bahan kimia baca dengan seksama label bahan kimia tersebut. Dari Label kita bisa mengetahui sbb:
- Isi Bahan Kimia
- Cara Penanganan
- Potensi Bahaya
- Cara pencegahan Kecelakaan
- Hal yang harus dilakukan jika terpapar
- Cara P3K-nya
- Informasi lain yang penting
Jangan dilepas label tersebut, dan apabila kita menggunakan bahan kimia tersebut, saat mengembalikan pastikan label muda dibaca oleh orang lain.
C. Jika tidak jelas tanya kepada atasan
Jika kurang jelas setelah membaca label tersebut tanyakan ke atasan / orang yang ahli di bidang tersebut.
D. Baca MSDS-nya
MSDS harus selalu tersedia pada setiao bahan kimia yang dipergunakan, dipakai serta di simpan di tempat kerja. MSDS memiliki semua informasi yang ditemukan agar kita bekerja dengan aman. Isi MSDS terdiri dari :
a. Identitas bahan dan perusahaan
b. Komposisi bahan
c. Identifikasi Bahaya
d. Tindakan P3K
e. Tindakan Penaggulangan Kebakaran
f. Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
g. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
h. Pengendalian Pajanan dan Alat Pelindung Diri
i. Sifat-sifat fisik dan kimia
j. Reaktifitas dan stabilitas
k. Infromasi toksikologi
l. Informasi ekologi
m. Pembuangan limbah
n. Pengangkutan
o. Peraturan Perundangan
p. Informasi lain yang diperlukan
E. Gunakan Alat Pelindung diri (APD) yang sesuai
Pastikan penggunaan APD sesuai yang tertera pada label atau MSDS, cek APD sebelum digunakan, Dalam kondisi darurat pastikan APD yang kita pakai sudah sesuai dengan yang tertera pada MSDS.
F. Ketahui apa yang harus dilakukan pada kondisi darurat
Dalam kondisi darurat pastikan hal-hal sebagai berikut :
a. Nomor telepon keadaan darurat
b. Lokasi alat-alat emergency
c. Apa yang harus kita lakukan apabila terpapar, sangat penting sekali
G. Prioritaskan pada kebersihan / higiene
Pastikan selalu mencuci tangan setelah menangani bahan kimia. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan saat :
a. Setelah menangani bahan kimia
b. Sebelum makan atau merokok
c. Sebelum memakai sarung tangan
Pastikan makan dan minum ditempat yang telah ditentukan
Apabila ada luka, tutup luka rapat-rapat sebelum menangani bahan kimia
H. Ketahui cara penyimpanan dengan benar
Simpan bahan kimia sesuai dengan sifat bahaya serta compabilitynya, jangan sampai menyimpan bahan kimia yang comaptible sehingga akan berekasi ketika disimpan. Penyimpanan secara sederhana sesuai dengan sifatnya asam, basa, korosif, mudah terbakar, ataupun beracun
I. Ketahui cara membuang dengan benar
Jangan membuang bahan kimia atau bekas tempat / botol di tempat sampah biasa, jangan membuang bahan kimia ke sungai / selokan. Lihat informasi tentang ekologi pada MSDS.
J. Keselamatan adalah tanggung jawab kita sendiri
Keselamatan adalah tanggung jawab semua orang yang harus dimulai dari diri kita sendiri. Apabila terjadi kecelakaan maka yang menerima kerugian bukan hanya diri kita sendiri tetapi akan berdampak terhadap orang lain.

2. Investigasi Kecelakaan (metode SCAT)

Tujuan investigasi kecelakaan dari sudut pandang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah melakukan identifikasi dari gambaran kecelakaan sebenarnya, sehingga diperoleh gambaran penyebab langsung serta akar permasalahan dari kejadian yang diharapkan tidak terulang pada kejadian yang sama.
Investigasi dari kecelakaan besar pada umumnya disebabkan oleh banyak faktor (multiple causes), sehingga investigasi kecelakaan yang komprihensif harus menganalisa semua faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan tersebut.
Sesuai permenakertrans no. 03/Men/1998 tentang tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan, ruang lingkup kecelakaan adalah :
a. Kecelakaan kerja
b. Kebakaran / peledakan / pembuangan limbah
c. kejadian berbahaya lainnya / nearmiss
Sedangkan Kecelakaan didefinisikan sebagai kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula ysng dapat menimbulkan korban jiwa atau harta benda.
Beberapa Klasifikasi Kecelakaan Kerja adalah sebagai berikut :
a. Kecelakaan Fatal yang berakibat pada kematian
b. Kecelakaan berat yang berakibat pada PHK karena tidak mampu lagi bekerja atau kehilangan sebagian fungsi anggota tubuhnya / cacat.
c. Kecelakaan sedang yang berakibat pada kehilangan hari kerja atau sementara tidak ampu bekerja.
d. Kecelaakaan ringan, membutuhkan perawatan medis / P3K.
Suatu penyelidikan disebut efektif bila :
a. Dapat menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi
b. Dapat menentukan penyebab kecelakaan yang sebenarnya
c. Dapat menentukan resiko
d. Mengembangkan tindakan pengendalian
e. Dapat menentukan kecenderungan terhadap kelemahan sistem manajemen
f. Dapat mendemonstrasikan perhatian manajemen
Tahap menangani kecelakaan :
a. Mengamankan lokasi
b. Melaporkan Kecelakaan
c. Melakukan penyelidikan
d. Menganalisis penyebab kecelakaan
e. Membuat rekomendasi, laporan penyelidikan dan pengesahan oleh manajemen
f. Dokumentasi dan tindak lanjut.
Beberapa metode investigasi kecelakaan adalah :
a. Fault tree analysis
b. Event tree analysis
c. MORT
d. SCAT (Systematic Cause Analysis Technique)
e. STEP (sequential times event plotting)
f. dll.
Pada artikel ini yang kita bahas adalah sengan metode SCAT yang diperkenalkan pertama kali Internaltional Loss Control Institute (ILCI) yang mengambil model dari F.Bird & German (1982), seperti gambar dibawah ini

Dari meodel diatas, akibat dari kecelakaan adalah kerugian dari manusia, properti perusahaan, berkurangnya produktifitas dan kerugian lingkungan. Penyebab langsung terdiri dari  yaitu substandart condition dan substandart action yang bisanya pada teori safety yang lain disebut unsafe action and unsafe condition.
Dalam teori invstigasi yang dikemukakan oleh ILCI, setiap faktor penyebab kecelakaan dibuat ceklis sebagai panduan untuk memudahkan rootcause-nya, seperti dibawah ini :
Kondisi Berbahaya
- Pelindung/pembatas tidak layak
- APD kurang/tidak layak
- Peralatan rusak
- Ruang kerja sempit/terbatas
- Bahaya kebakaran / ledakan
- Kebersihan dan kerapihan kurang
- Paparan gas/cairan kimia berbahaya di lingkungan kerja
- Kebisingan
- Paparan radiasi
- Paparan suhu panas / dingin
- Kurang pencahayaan
- Kurang ventilasi
Perilaku berbahaya
- Operasi tanpa otorisasi
- Gagal memperingatkan
- Gagal mengamankan
- Mengoperasikan peralatan pada kecepatan yang tidak layak
- Membuat alat pengaman tidak berfungsi
- Menggunakan alat yang rusak
- Memakai APD yang tidak layak / tidak memakai APD
- Pemuatan yang tidak layak
- Penempatan yang tidak layak
- Pengangkatan yang tidak layak
- Posisi kerja tidak aman
- Memperbaiki peralatan ketika beroperasi
- Bercanda
- Mabuk
- Tidak mengikuti prosedur
Faktor Pribadi / personal
- Kemampuan fisik dan psikologis tidak alayak
- Kurang kemampuan
- Kurang keahlian
- Stress fisik dan spikologi
- Kurang motivasi
Faktor Pekerjaan :
- Kurang pengawasan / kepemimpinan
- Kurang rekayasa / engineering
- Kurang perencanaan pengadaan
- Kurang perawatan
- Kurang standar kerja
- Salah pakai / salah menggunakan
Faktor Manajemen / Lemahnya kontrol:
- Program tidak sesuai
- Standar tidak sesuai
- Kurang kepatuhan terhadap standar
Faktor lemahnya kontrol ini dari hasil penelitan serta pengalaman beberapa perusahaan menunjukkan kurangnya elemen program K3 seperti
- Kepemimpinan dan administrasi
- Rencana Pelatihan
- Rencana inspeksi
- Analisis pekerjaan dan prosedur
- Observasi pekerjaan
- Rencana Tanggap darurat
- Peraturan Perusahaan
- Analisis investigasi kecelakaan
- Kompetensi pekerja
- Alat Pelindung Diri
- Monitoring Kesehatan
- Program evaluasi
- Rekayasa kontrol
- dll
Beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam melakukan investigasi kecelakaan:
a. Membentuk tim investigasi, yang terdiri dari ketua, sekretasi dan anggota. Agar investigasi berjalan dengan efektif usahakan ketua investigasi dari bagian yang mengalami kecelakaan, sekretaris bisa dari departemen HSE dan anggota dari tim ahli pada bidangnya.
b. Lakukan investigasi secara berurutan sesuai model dari ILCI dimulai dari Kerugiannya (manusia, kerusakan peralatan, dll), Tipe kecelkaannya (terbentur, tertabrak terjatuh, kontak bahan kimia, dll), Penyebab langsung, Penyebab dasar dan lemahnya kontrol.
c. Setelah ditemukan masing-masing faktor penyebab jadikan sebagai dasar tindak lanjut / countermeassure dengan tujuna kecelakaan yang serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari. Hindari untuk menyalahkan korban karena pada dasarnya kecelakaan terjadi karena multiple cause, tidak hanya dari faktor perilaku orang tapi juga dipengaruhi kondisi berbahaya, faktor pekerjaan, faktor personal serta lemahnya kontrol.
d. Buat laporan yang terstruktur diawali dari tanggal, tempat, kejadian, data korban, keadaan korban, kronologi peristiwa, tindakan darurat, analisis kecelakaan serta tindak lanjut yang dilakukan.
e. Pastikan tindak lanjut yang dilakukan diimplementasikan. HSE departemen bertanggung jawab untuk memastikan follow up telah dilakukan oleh departemen terkait.
f. Dokumentasikan dengan baik dan lakukan analisis faktor penyebab celaka untuk mengukur performance dari K3 dalam perusahaan.

3. Bahaya Penggunaan Asbes

Asbes banyak digunakan dipasaran sebagai bahan baku atap rumah, bahan baku kampas rem dan beebrapa piranti pelindung panas.
Dalam perkembangannya asbes adalah material yang sangat berbahaya yang banyak menimbulkan korban. Dilaporkan bahwa di Jepang 500 orang meninggal karena menghirup asbes di udara yang tercemar dan jumlah ini meningkat 878 orang pada tahun 2003. Tahun 1980-an negara-negara di Eropa telah melarang penggunaan asbes.
Asbes berasal dari hasil tambang yang berbentuk serat mineral silika yang termasuk dalam kelompok serpentine ( krisotil yang merupakan hidroksida magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11) H2O), dan amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk: actinolite, amosite(asbes coklat, cummingtonite, grunnerite), anthophyllite, chrysotile (asbes putih),crocidolite (asbes biru), tremolite, atau campuran yang sekurang-kurangnya mengandung salah satu dari mineral-mineral tersebut.
Serat asbes dapat terhirup adalah partikel asbes berdiameter kurang dari 3 um dan
yang panjangnya sekurang-kurangnya tiga kali panjang diameternya
Pencemaran debu asbes melalui :
- operasi penambangan
- pengolahan dari bahan baku menjadi bahan jadi seperti untuk atap rumah.
- kegiatan membongkar / perbaikan bahan yang mengandung asbes
Bahaya kesehatan yang ditimbulkan debu asbes:
(a) asbestosis: fibrosis (yang menimbulkan penebalan dan luka gores pada paru-paru);
(b) kanker paru-paru: termasuk kanker batang tenggorokan;
(c) mesothelioma: kanker pada bagian lain saluran pernapasan seperti kanker pleura atau peritoneum.
Debu asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura di sana sini (diffuse pleural thickening) dan timbulnya lapisan plak pleura (circumscribed pleural plaques) yang dapat mengarah pada pengapuran.
Serat asbestos yang terhirup akan masuk ke dalam paru dan menimbulkan jaringan ikat, peradangan, serta perlengketan pada paru
Penderita asbestois akan mengeluhkan adanya batuk, penurunan berat badan, sesak napas pada saat beraktivitas. Bahkan bila telah lanjut, pada saat istirahat pun dapat terjadi sesak. Yang membahayakan adalah sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes.
Proses keracunan Asbes tidak terjadi secara seketika, racun Chrysotile akan menyerang manusia secara akumulatif, proses terinfeksi Chrysotile akan memicu terjadi kanker pada manusia dalam waktu puluhan tahun kemudian. Setelah 15 tahun pemaparan, asbestosis dapat mengakibatkan timbulnya tumor ganas pleura (= Mesothelioma). Tumor ini kebal terhadap berbagai macam terapi dan prognosisnya sangatlah buruk.

4. Behavior Based Safety

Behavior Based Safety (BBS) adalah upaya pencegahan kecelakaan secara proaktif yang berfokus pada At Risk Behavior /perilaku berbahaya yang berpeluang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Berdasarkan dari data statistik kecelakaan kerja bahwa lebih dari 85% kecelakaan disebabkan oleh unsafe action atau perilaku berbahaya dan dengan BBS / perilaku berbasis K3 ini unsafe action sebagai penyebab kecelakaan bisa dikurangi yang kahirnya tercapai nol kecelakaan kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses yang berkesinambungan dengan melibatkan semua pihak yang ada dalam organisasi tersebut, sehingga apabila masing-masing anggota telah berperilaku berbasis K3 diharapkan akan tercapai budaya K3 dalam organisasi terebut.
Budaya K3 itu sendiri dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
- Mengembangkan visi misi serta tujuan K3 yang jelas.
- Visi, Misi serta tujuan K3 dikomunikasikan ke semua pihak
- Setiap area berusaha untuk mencapai tujuan K3 masing-masing
- Mendorong partisipasi semua member untuk mencapai visi, misi serta tujuan K3
- Memberdayakan karyawan untuk mencapai tujuan K3
Seperti yang telah dijelaskan diatas BBS adalah upaya pendekatan K3 secara proaktif yang dalam prosesnya melakukan identifikasi perilaku berbahaya sebagai penyebab keelakaan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya at risk behavior dengan melakukan observasi, pengarahan dan mempengaruhi secara positif yang pada akhirnya dapat merubah kebiasaan bekerja dengan selamat.
ABC- BBS Model
Terdiri dari 3 elemen :
1. Activator/Antecedent adalah kejadian yang mendasari perilaku sesorang
2. Behavior / perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang dapat kita lihat
3. Consequence adalah kejadian yang mengikuti perilaku dan merubah kemungkinan yang akan terjadi di kemudian hari.
Contoh dari Activator
- Tujuan
- Kebijakan
- Prosedur
- Standar Kerja
- Pelatihan
- JSA
- Tool Box Meeting
- dll.
Ciri-ciri aktivator :
- Selalu datang sebelum perilaku (behave)
- Konsekuensi juga dapat sebagai activator
Ada 2 jenis konsekuensi yaitu konsekuensi positif dan negatif.
Contoh konsekuensi positif :
- Tool Box Meeting
- Bekerja sesuai instruksi
- dll
Contoh Konsekuensi Negatif :
- Merokok di area yang mudah terbakar
- Tidak mengunakan APD sesuai ketentuan
contoh dari konsekuensi negatif di atas adalah hasil dari At Risk Behavior (perilaku berbahaya).
At Risk behavior bisa menyebabkan kecelakaan baik itu kecelakaan ringan ataupun fatal tergantung dari resiko dari pekerjaan yang dilakukannya. Berikut ini beberapa alasan orang melakukan at risk behavior :
- Kesadaran
- Kebiasaan
- Tidak disengaja
Adapun BBS berfokus pada Kebiasaan dan perilaku yang tidak disengaja.
Lawan dari at risk behavior (perilaku berbahaya) adalah Safe Behavior (Perilaku selamat) yang apabila dilaksanakan secara konsisten maka hal tersebut merupakan upaya pencegahan kecelakaan.

5. Jangan Remehkan Debu Silika

SILIKA
Silika adalah campuran mineral yang terdiri dari satu atom Silikon (Si) dan dua atom oksigen(O).
Oksigen (O2) merupakan elemen yang paling banyak dijumpai dipermukaan bumi ini sedangkan Silikon (Si) merupakan elemen nomor dua terbanyak di permukaan bumi ini, dengan jumlah yang sangat banyak di permukaan bumi ini menjadikan silika bias dijumpai dimana-mana.
Apabila Silika tersusun dengan model yang sama akan membentuk Kristal Silika (Crystalyne Silica), dengan nama yang berbeda-beda seperti Quartz, cristobalite, tridymite, dll.
SILIKOSIS
Seorang yang bekerja dengan debu silika dapat terserang penyakit yang disebut silikosis. Silikosis dapat dicegah namun apabila telah terserang penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan.
Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut sesuai dengan ukuran sebagai berikut :
a. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas,.
b. Partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah.
c. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli.
d. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan
Pekerja yang beresiko terpapar debu silika adalah untuk aktifitas sebegai berikut :
Manufaktur :
• Metal casting
• Glass products
• Keramik, tanah liat, dan tembikar
• Material Aspal / paving
• Cut stone and stone products
• Produksi cat dan karet
Konstruksi
• Pengeboran, Pemecahan, pemotongan Batu Alam
• Sand blasting
• Demolisi concrete
a
Silikosis terjadi ketika bernafas, debu silika dengan ukuran partikel yang sangat kecil masuk kedalam dan terperangkap kedalam paru-paru yang mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh, yang mengakibatkan jaringan paru paru luka dari ukuran kecil menjadi bulat yang dikenal dengan nodule, semaikn lama nodule akan tumbuh semakin besar dan banyak yang mengakibatkan kita sulit bernafas.
Gejala Silikosis
 Sesak nafas
 Demam
 Kadang kadang disertai kebiru-biruan pada telinga atau bibir
 Mudah lelah
 Kehilangan nafsu makan
 Nyeri dada
Berdasarkan lama dan jumlah paparan debu silika, ada 3 jenis silikosis
 Kronik
Gejala silikosis terlihat dalam jangka waktu > 10 tahun
Pekerja terpapar debu silika dalam jumlah sedikit namun frekuensinya cukup sering
 Akselerasi
Gejala silikosis terlihat dalam jangka waktu 5 ~ 10 tahun
Pekerja terpapar debu silika dalam jumlah sedang
 Akut
Gejala silikosis terlihat dalam jangka waktu < 5 tahun
Pekerja terpapar debu silika dalam jumlah yang cukup banyak
x
UPAYA PENCEGAHAN SILIKOSIS
Penyakit Silikosis tidak dapat disembuhkan, tapi dapat dicegah dengan melakukan upaya sebagai berikut :
Subtitusi
Ganti material lain yang tidak mengandung kristalin silika adalah cara terbaik untuk menghilangkan bahaya
Dust Containment system
Cara lain untuk menghilangkan bahaya adalah dengan memasang sistim penampung debu seperti bag filter, dust collector, dll.
p
Metode Basah
Untuk pekerjaan pemotongan brick / batu tahan api yang dapat menimbulkan debu silika gunakan dengan metode basah, basahi cutting wheel dan media yang dipotong dengan air untuk mengurangi paparan debu di area kerja.
q
Ventilasi
Pasang local exhaust ventilation agar area kerja terbebas dari paparan debu
Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri seperti respirator, sebenarnya tidak menghilangkan bahaya tetapi hanya melindungi pekerja dari paparan debu silika, pastikan APD yang digunakan sudah seusuai dengan paparan debu silika yang ada serta cara menggunakannya harus sesuai petunjuk pemasangannya.
Pengukuran Area Kerja
Pengukuran area kerja adalah metode untuk mengevaluasi paparan debu di area kerja yang dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan tindak lanjut perbaikan yang harus dilakukan, termasuk pemeriksaan kesehatan pada pekerja yang terpapar
Pemerikasaan Kesehatan Berkala
Lakukan pemerikasaan kesehatan berkala khusus untuk pekerja yang terpapar debu di area kerjanya, apabila ada indikasi silicosis rotasi pekerja tersebut di area kerja yang mengandung debu silika sebagai upaya pencegahan penyakit akibat kerja.
Personal Higiene
Sebagai upaya pencegahan silicosis yang masuk melalui mulut dan kulit, cuci tangan dengan bersih sebelum makan dan minum, jangan merokok di area yang terdapat paparan debu silika.
Sosialisasi
Lakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada karyawan tentang bahaya silika dan upaya pencegahannya, sesuai yang tertera pada MSDS.
Tanda Bahaya
Untuk material yang mengandung > 0.1 % silika pastikan dilengkapi dengan MSDS.

6. Kebisingan dan Pencegahannya

Pendahuluan
Industrialisasi akan selalu diiikuti oleh penerapan tehnologi tinggi, penggunaan bahan serta peralatan yang lebih komplek, namun sering kali berakibat buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan.
Ditempat kerja terdapat beberapa bahaya yang mempengaruhi lingkungan kerja seperti faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi serta psikologi.
Kebisingan merupakan sumber bahaya dari faktor fisika di tempat kerja, yang sumber bahaya tersebut perlu dikendalikan agar tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan produktif bagi tenaga kerja.
Pengertian Kebisingan
Masalah kebisingan tidak hanya merupakan masalah di tempat kerja saja, teapi juga di sekitar kita seperti suara pesawat terbang, suara senapan, dll.
Pengertian kebisingan adalah bunyi atau suara yang timbul yang tidak dikehendaki yang sifatnya mengganngu dan menurunkan daya dengar seseorang (WHS, 1993).
Bagaimana telinga kita bisa mendengar ?
Telinga dibagi menjadi 3 bagian :
- Bagian Luar
- bagian Tengah
- Bagian Dalam

Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.
Getaran suara yang dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah ke jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut. Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan di sepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak.
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.
Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20.000 Hz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya.
Suara yang sangat keras menyebabkan kerusakan pada sel rambut, karena sel rambut yang rusak tidak dapat tumbuh lagi maka bisa terjadi kerusakan sel rambut progresif dan berkurangnya pendengaran
Jenis Kebisingan
1. Bising kontinu (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angin, dll.
2. Bising intermitten (terputus putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti suara lalu lintas, suara pesawat terbang
3, Bising Impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara senapan, mercon, dll
4. Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode yang sama seperti suara mesin tempa.
Sumber Kebisingan
Gambar di bawah adalah ilustrasi sumber kebisingan
hr
Pengaruh Kebisingan terhadap tenaga kerja adalah sebagai berikut :
1. Gangguan fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, nadi dan dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris
2. Gangguan psikologis
Gannguan psikologis berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, emosi dll.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan bisa berakibat kepada kecelakaan karena tidak dapat mendengar isyarat ataupun tanda bahaya.
4. Gangguan pada pendengaran (Ketulian)
Merupakan gangguan yang paling serius karena pengaruhnya dapat menyebabkan berkurangnya fungsi pendengaran. Gannguan pendengaran ini bersifat progresif tapi apabila tidak dilakendalikan dapat menyebabkan ketulian permanen.
Batasan tingkat kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
Batasan tingkat kebisingan dibagi menjadi 2, yaitu untuk lingkungan dengan waktu pajanan 24 jam yang kita kenal dengan Baku Mutu Lingkungan dan untuk tempat kerja dengan waktu pajanan 8 jam kerja atau Nilai Ambang Batas (NAB).
Tabel dibawah ini adalah baku mutu lingkungan sesuai Kepmen LH No. 48 tahun 1996

Tabel dibawaha adalah NAB Kebisingan sesuai Permenaker No. 13/Men/X/2011

Gangguan Pendengaran Akibat Bising/GPAB (Noise Induced hearing Loss/NIHL)
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) adalah penurunan pendengaran sensorineural yang pada awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Penurunan pendengaran sensorineural tipe koklea pada kedua telinga. Faktor lama pajanan, intensitas kebisingan, umur serta faktor lain akan berpengaruh terhadap penurunan pendengaran tersebut. Faktor yang mempercepat GPAB/NIHL adalah pajanan intensitas kebisingan melebihi NAB (>85 dbA selama 8 jam).
Ilustrasi dibawah ini adalah beberapa penelitian tentang GPAB (sumber:Ketulian.com)
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Hendarmin dan Hadjar tahun 1971, mendapatkan hasil bising jalan raya (Jl.MH.Thamrin, Jakarta) sebesar 95 dB lebih pada jam sibuk.
Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan intensitas bising antara 85 – 105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun.
Lusianawaty mendapatkan 7 dari 22 pekerja ( 31,8%) di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB.
Purnama pada penelitian dampak pajanan bising bajaj pada pengemudinya mendapatkan 26 dari 32 pengemudi mengalami tuli akibat bising, 14 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap awal dan 12 pengemudi mengalami tuli akibat bising tahap lanjut. Rerata intensitas bising bajaj pada kelompok kasus tersebut adalah 101,42 dB dengan lama pajanan kerja 12,37 tahun dan 98,5 dB pada kelompok kontrol dengan lama pajanan kerja 8 tahun.
Bashiruddin pada penelitian pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran mendapatkan rerata intensitas bising bajaj pada beberapa frekuensi adalah 90 dB dengan intensitas maksimum 98 dB dan serata akselerasi getar adalah 4,2 m/dt. Hal ini melebihi nilai ambang batas bising dan getaran yang diperkanankan.
Kombinasi antara bising alat transportasi dengan sistem suspensi dan gas buang yang buruk seperti bajaj dan bising jalan raya menyebabkan risiko gangguan pendengaran pengemudi kendaraan tersebut menjadi lebih tinggi
GPAB tidak dapat disembuhkan namun bisa dicegah, oleh karena itu tempat kerja yang melebihi NAB harus menerapkan Program Konservasi Pendengaran / Hearing Conservation Program (HCP).
Program Konservasi Pendengaran meliputi :
1. Pemantauan Kebisingan
2. Audiometri Test
3. Pengendalian Kebisingan
4. Alat Pelindung Diri
5. Training Motivasi
6. Pemeliharaan Catatan / record
Pemantauan Kebisingan :
Alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja adalah Sound Level Meter (SLM) dan untuk personal monitoring digunakan Noise Dosimeter.
Sound Level Meter
Gambar di atas adalah Sound Level Meter (SLM)

Gambar diatas adalah Noise Dosimeter yang digunakan untuk personal monitoring kebisingan.
Sebelum melakukan pengukuran yang pertama harus dilakukan adalah identifikasi bahaya apakah di area kerja terdapat sumber bahaya dari mesin atau aktifitas pekerjaan yang dapat menimbulkan kebisingan, bisa juga dengan melakukan Work Through Survey yaitu survey ke tempat kerja dan melakukan identifikasi bahaya.
Langkah selanjutnya melakukan pengukuran kebisingan dengan SLM, perlu diketahui bahwa noise adalah menggunakan fungsi logaritma, karena rentang pendengaran manusia sangat lebar dengan satuan desible (db).
Lakukan pengukuran secara periodik baik tempat kerja maupun personal monitoring, bandingkan data pengukuran dengan Nilai Ambang Batas.
Test Audiometri / Pendengaran
Apabila hasil pengukuran di tempat kerja menunjukkan intensitas kebisingan melebihi NAB maka lakukan audiometri test kepada karyawan minimal 1 tahun sekali.
Audiometri test juga harus dilakukan pada karyawan baru / rotasi / mutasi sebelum di tugaskan ke area dengan intensitas kebisingan yang tinggi.
Target dari audiometri test adalah pemeriksaan gangguan pendengaran persepsi,konduksi atau campuran.
Pengendalian Kebisingan
Langkah efektif untuk pencegahan gangguan pendengaran adalh dengan melakukan pengendalian pada sumber bahaya dengan melakukan eliminasi, subtitusi, engineering, administrasi.
Pada tahap perencanaan / engineering pastikan memilih peralatan dengan efek kebisingan paling rendah, mesin dengan intensitas kebisingan tinggi jauhkan dari area yang terdapat banyak pekerja disana.
Jika mesin tersebut masih bising lakukan pemasangan barier, pasang peredam jika perlu total enclosure / partial enclosure.
Untuk Tahap Administrasi bisa melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Berlakukan area tersebut sebagai area terbatas, hanya boleh dimasuki personil yang terlatih, menggunakan Alat Pelindung Pendengaran
- Pengaturan jadwal kerja sesuai NAB, misal 85 dBA bekerja selama 8 jam, 88 dBA bekerja selama 4 jam, dst.
Alat Pelindung Diri / Alat Pelindung pendengaran
Pemakaian Alat pelindung pendengaran adalah upaya terakhir dalam upaya pencegahan gangguan pendengaran, ada 2 jenis :
1. Ear plug / sumbat telinga
2. Ear muff / tutup telinga

Setiap Alat Pelindung Pendengaran memiliki nilai NRR (Noise Reduction Rate), secara prinsip Kebisingan yang akan diterima telinga kita adalah :
Kebisingan (dBA) = Kebisingan area kerja (dBA) – NRR (dBC)
Namun pengurangan dengan rumus diatas tidak tepat, gunakan safety faktor 50%, dengan mempertimbangkan kualitas serta cara penggunaannya yang tidak tepat, sehingga rumus diatas menjadi
Kebisingan (dBA) = Kebisingan area kerja (dBA) – [(NRR-7)*50%]
Apabila dengan rumus tersebut Kebisingan masih >85 dBA, maka gunakan pelindung ganda yaitu ear plug dan ear muff, untuk perhitungan
- pilih NRR terbesar dari Ear plug atau ear muff, kemudian hitung dengan rumus :
Kebisingan (dBA) = Kebisingan area kerja (dBA) – [(NRR-7)*50%] – 5

Hal yang penting dalam Alat Pelindung Pendengaran ini adalah berikan pelatihan penggunaannya yang tepat, gambar dibawah adalah contoh penggunaan Alat Pelindung Pendengaran

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan Alat Pelindung Pendengaran adalah :
1. Dapat melindungi pekerja dari kebisingan
2. Nyaman diapakai dan efisien
3. Cocok dengan Alat Pelindung diri yang lainnya misal helm dan kacamata
3. Masih bisa berkomunikasi ketika digunakan, karena jika berlebihan dapat menimbulkan bahaya lainnya misal tidak dapat mendengar isyarat atau sirene tanda bahaya.
Training Motivasi
Berikan penjelasan ke karyawan tentang akibat kebisingan serta bagaimana cara mencegahnya, buktikan bahwa tidak ada orang yang kebal terhadap kebisingan dengan memberikan data catatan rekam medis audiometri serta data pengukuran area kerja.
Pelatihan dengan metoda visualisasi adalah cara yang efektif untuk menjelaskan ke karyawan.
Pemeliharaan Catatan
Pelihara data pengukuran area kerja, audiometri test karyawan dan evaluasi secara berkala.
Lakukan upaya teknis untuk area kerja yang memiliki tingkat kebisingan melebihi NAB.

7. PROSES SAFETY MANAGEMENT (PSM)

Pendahuluan
Secara umum Process Safety Management (PSM)/ Manajemen Keselamatan Proses (MKP) mengacu kepada prinsip dan sistem manajemen kepada identifikasi, pengertian dan pengontrolan pada bahaya akibat kegiatan proses produksi sebagai upaya perlindungan pada area kerja.
PSM/MKP berfokus kepada:
- Pencegahan
- Persiapan
- Mitigasi
- Respons
- Pemulihan
dari bencana industri
Proses yang dimaksud dalam PSM tersebut adalah untuk perusahaan yang menyimpan, memproduksi dan menggunakan bahan kimia berbahaya ataupun kombinasi dari aktifitas tersebut.
Latar Belakang
Beberapa bencana industri seperti di Bhopal (1984) India yang menyebabkan >2000 orang meninggal, Pasadena (1989) mengakibatkan 23 orang meninggal dan 132 cidera, Piper Alpha (1988) mengakibatkan 167 meninngal dan beberapa b encana industri lainnya yang melibatkan bahan kimia berbahaya yang diikuti dengan kebakaran, peledakan serta paparan bahan kimia beracun.
flixborough & piper alpha
Dari beberapa bencana industri di atas menunjukkan bahwa bencana tersebut sulit dicegah dengan pendekatan traditional occupational safety and health yang berfokus kepada hubungan individu pekerja dengan peralatan maupun proses. Banyak keputusan penting yang mengarah kepada insiden serius, kejadian yang tidak terduga diluar kontrol pekerja ataupun atasan.
Dibutuhkan pengontrolan yang efektif yang memperhitungkan aktifitas proses, termasuk peralatan, prosedur serta organisasi yang dikelola oleh sistem manajemen untuk memastikan bahwa semua bahaya telah diidentifikasi dan dikontrol demi kelangsungan suatu proses produksi.
Occupational Safety & Health vs Process Safety Management
psm vs occ
Untuk membedakan occupational accident dan process safety accident dapat dianalogikan sebagai berikut :
Occupational Accident :
Seorang pekerja terjepit tangannya di pulley motor karena ketika melakukan perbaikan motor tidak mematikan motor sebelumnya sesuai instruksi kerja yang ada.
Proses Safety Accident:
Sejak pagi diketahui ada kenaikan temperatur pada salah satu bejana tekan, namun dengan kenaikan temperatur tersebut manajemen berupaya mengatasi dengan mendinginkan temperatur dengan air sehingga bejana tersebut meledak pada sore harinya, karena material yang ada di dalam bejana tersebut mudah terbakar maka mengakibatkan kebakaran yang hebat.
Elemen Process Safety Management
Standar PSM sesuai OSHA 29 CFR 1910.119 terdapat 14 elemen sebagai berikut :
1. Employee Participation
2. Process Safety Information
3. Process Hazards Analysis
4. Operating Procedures
5. Training
6. Contractor’s obligation
7. Pre-startup safety review
8. Mecahnical Integrity
9. Hot Work Permit
10. Management of Change
11. Incident Investigation
12. Emergency Planning and Response
13. Compliance Audit
14. Trade Secret
1. Employee Participation
Organisasi harus merencanakan upaya PSM, dan rencana harus mencakup ruang lingkup upaya, peran dan tanggung jawab, persyaratan pelaporan, pendekatan analisis bahaya, proses pengendalian dokumen, dan strategi pengendalian bahaya.
Sebagai bagian dari upaya PSM, pengusaha harus berkonsultasi dengan pekerja dan perwakilan mereka untuk memastikan bahwa semua pihak memahami bahaya dan risiko dalam proses. Secara khusus, pekerja harus memiliki akses ke analisis bahaya proses dan informasi yang digunakan untuk mendukung analisis tersebut. Tanpa partisipasi pekerja risiko mungkin tidak sepenuhnya dipahami atau tepat dikomunikasikan.
2. Process Safety Information (PSI)
Organisasi / Pengusaha harus mengumpulkan dan mencatat Proses Safety Information (PSI) sebelum melakukan analisis bahaya.
Tujuan dari informasi tersebut adalah sebagai langkah awal melakukan identifikasi bahaya dan resiko yang terkait dengan aktifitas proses tersebut. Informasi tersebut meliputi bahan kimia yang digunakan / diproduksi, teknologi, serta peralatan yang dipergunakan. Secara khusus apabila mempergunakan bahan kimia berbahaya, informasi meliputi toksisitas, Nilai Ambang batas, sifat fisika & kimia, reaktifitas, corrosifitas, serta bahaya yang akan timbul saat bereaksi.
MSDS dan P&ID’s (diagram alir perpipaan dan instrumentasi) harus dibuat.
Critical Parameter seperti batasan maksimum dan minimum penyimpanan bahan kimia harus dipersiapkan. Informasi lain terkait sistim keselamatan seperti temperatur, tekanan minimum dan maksimum, sistem ventilasi dan kode standarisasi harus diperhitungkan dalam desain.
3. Process Hazards Analysis (PHA)
PHA (Process Hazards Analysis) didefinisikan oleh OSHA sebagai pendekatan, menyeluruh, teratur, sistematis untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya dari proses yang melibatkan bahan kimia berbahaya.
PHA adalah kunci untuk upaya K3 karena memberikan informasi untuk membantu manajemen dan pekerja meningkatkan keselamatan dan membuat keputusan yang tepat untuk menurunkan resiko.
Beberapa metode yang digunakan adalah
-Checklist
- What-if/checklist
- Hazards Operability Study(HAZOP)
- Failure Modes and Effect ANalysis(FMEA)\
- Fault Tree Analysis
Penekankan analisis tersebut adalah bahwa PHA harus dilakukan olem team yang mengetahui tentang proses dan teknik analisis bahaya.
Dalam PHA harus dijelaskan jangka waktu untuk melaksanakan rekomendasi tindak lanjut, dan di analisis ulang apabila ada perubahan.
PHA disarankan dievaluasi ulang tiap 5 tahun sekali.
4. Operating Procedure / Prosedur Operasi
Prosedur Operasi menggambarkan pekerjaan yang harus dilaksanakan, data-data harus dicatat (kondisi operasi normal, maksimum dan minimum paramater).
Prosedur juga harus mengidentifikasi tindakan pencegahan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Prosedur Operasi harus jelas singkat dan konsisten dengan PSI (Process Safety Information) yang mengacu kepada PHA (Process Hazards Analysis).
Prosedur Operasi harus dievaluasi secara berkala dan diupadate apabila ada perubahan parameter, konsisten dengan proses yang ada.
Pelatihan untuk pelaksanaan prosedur operasi juga harus menjelaskan apa yang harus dilakukan pada kondisi darurat.
5. Training / Pelatihan
Pelatihan merupakan elemen yang cukup penting dalam penerapan PSM. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan training adalah sebagai berikut :
- pelaksanaan pelatihan harus dipastikan bahwa peserta dapat memahami resiko pekerjaan terkait proses ataupun bahayanya bekerja dengan bahan kimia berbahaya, termasuk mengerahui apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat.
- Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan
- Secara periodik dievaluasi keefektifan dari pelaksanaan teraining tersebut.
6. Contractor’s Obligation / Kewajiban kontraktor
Banyak perusahaan yang mempekerjakan kontraktor dalam pekerjannya. Meruypakan tanggungjawab perusahaan untuk memastikan bahwa kontraktor yang bekerja di area kerjanya telah memiliki cukup pengetahuan dan keahlian dalam melaksanaan pekerjaan sesuai dengan persyaratan K3 khususnya yang kontak dengan bahan kimia berbahaya. Kontraktor bertanggungjawab untuk melaksanakan prosedur kerja selamata yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pihak perusahaan harus melakukan evaluasi terhadap kinerja kontraktor dalam melaksanakan prosedur kerja selamat.
7.Pre-Startup Safety Review
Banyak kecelakaan terjadi masa transisi ke fase operasi stabil, seperti pada saat start up atau commisioning pada peralatan baru, khususnya apabila ada perubahan /modifikasi peralatan. Pre startup sangat perlu dilakukam dan ditulis dalam prosedur operasi. Semua parameter telah ditulis dalam P&ID dan prosedur emergency shutdown telah dikomunikasikan.
8. Mechanical Integrity
Dalam pengoperasian peralatan, hal yang sangat penting adalah perawatan dari peralatan tersebut. Harus dipastikan bahwa peralatan tersebut dapat dioperasikan dengan baik.
PSM mempersyaratkan terdapat prosedur perawatan tertulis untuk peralatan sebagai berikut :
- Bejana Tekan dan tangki penyimpan
- Sistim perpipaan (termasuk komponennya seperti valve)
- Sistim Relief dan venting
- Sistim emergency shutdown
- Sistim kontrol (sensor, alarm, interlock)
- Pompa
Prosedur tersebut mencakup inspeksi dan testing
9. Hot Work Permit / Ijin Pekerjaan Panas
Pekerjaan perbaikan ataupun modfikasi yang sifatnya tidak rutin, khusunya hot work seperti aktifitas pengelasan berpotensi terhadap kebakaran dan peledakan. Organisasi harus mempunyai prosedur ijin pekerjaan panas untuk memastikan pekerjaan tersebut telah di analisa resikonya, terdapat upaya menurunkan resikonya (mitigasi) dan personil yang terlibat dalam pekerjaan tersebut telah mengetahui bahaya yang timbul akibat pekerjaan tersebut.
10. Management of Change / Manajemen Perubahan
Sistim yang digunakan dalam operasi seperti mesin, design, prosedur, bahan baku ataupun personil yang terlibat seringkali terdapat perubahan yang kadang-kadang bisa meningkatkan resiko. Untuk itu, perubahan tersebut harus dievaluasi untuk memastikan resiko dari segi K3-nya dapat dikontrol.
Analisis perubahan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Data Teknik perubahan
- Pengaruh perubahan terhadap pekerja ditinjua dari K3
- Modifikasi prosedur operasi
- Waktu yang dibutuhkan untuk perubahan
- Otorisasi persyaratan dari perubahan yang diusulkan
Organisasi tidak seharusnya berasumsi sedikit perubahan tidak berpengaruh kepada K3. Banyak kecelakaan yang berakibat dari perubahan kecil yang dianggap tidak berpengaruh terhadap K3.
11. Investigasi Kecelakaan
Problem atau masalah yang diketahui tidak seharusnya untuk dibiarkan. Kegagalan untuk investigasi serta memperbaiki dari akar permasahan (root cause) dapat berakibat kecelakaan akan terulang bahkan dapat berakibat lebih besar. Organisasi harus fokus terhadap pencegahan kecelakaan tidak hanya melaporkan problem dan ini membutuhkan analsis akar permasalahan. Organisasi harus memiliki program yang aktif untuk mengidentifikasi problem yang ada sehingga kecelakaan tidak terjadi. Nearmiss yang dapat berakibat kepada bencana industri harus segera di tindak lanjuti. Belajar dari bencana industri yang telah terjadi sebagai upaya pencegahan keelakaan sangatlah penting.
12. Rencana Tanggap Darurat
PSM sebagai upaya yang sangat penting sebagai pencegahan kecelakaan, tetapi bagus apapaun organisasi berupaya membangun sistim K3, desain bisa gagal, personil dapat berbuat kesalahan sehingga terjadi insiden diluar kendali perusahaan.
Oleh karena itu, organisasi harus merencanakan untuk keadaan darurat dan siap untuk merespon. Minimal, pengusaha harus mengembangkan rencana tanggap darurat yang meliputi tempat evakuasi dan pelatihan dalam penggunaan alat pelindung diri. Karyawan harus dilatih untuk rencana ini agar bisa efektif, dan sistem alarm harus diterapkan.
13. Compliance Audit
Audit ADALAH sarana untuk memastikan bahwa prosedur dan pelaksanaan PSM dilaksanakan dan memadai. Persyaratan PSM, audit harus dilakukan setidaknya setiap tiga tahun. Audit harus dilakukan oleh individu atau tim yang terlatih, dan audit harus direncanakan untuk memastikan keberhasilan pelaksanannya.
14. Trade Secret / Rahasia Dagang
Organisasi harus membuat informasi keselamatan penting tersedia bagi semua personil yang terlibat, mengembangkan analisis bahaya, membuat prosedur operasi, menyediakan perencanaan dan tanggap darurat, melakukan audit, dan berpartisipasi dalam penyelidikan kecelakaan.
Organisasi harus membuat informasi ini tersedia bahkan jika rahasia dagang disertakan. Namun, organisasi dapat membuat kesepakatan bahwa rahasia dagang tidak disebar luaskan.
KASUS KECELAKAAN DITINJAU DARI ELEMEN PSM
psm_kasus
KESIMPULAN
PSM adalah pendekatan proaktif dari sisi manajemen dan teknis untuk melindungi pekerja, kontraktor dan pihak lain terkait dari bahaya yang ada khususnya bahaya bahan kimia berbahaya.
Bahaya tersebut berpotensi terhadap bencana industri yang tidak terkontrol.
Persyaratan PSM ada 14 elemen yang sangat penting terhadap proses bahaya bahan kimia berbahaya.
Contoh kasus kecelakaan yang disebutkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program PSM.
Referensi
1. Occupational Safety & Health Administration, OHSA,3132,2000
2. Elemen of Process Safety Management: Case Studies, Terry L. Hardy, 2013